Oleh: Ibrahim, S. Pd.I (Sekertaris Panitia Saresehan)
Realitas dalam lingkungan kehidupan berbangsa akhir-akhir ini, rakyat Indonesia setidak-tidaknya ditandai dengan persoalan atau problem dari keinginan sebuah kelompok atau suku yang ingin memisahkan diri dari NKRI, sehingga menyebabkan merosot dan memudarnya solidaritas dan toleransi sosial warga bangsa yang dicerminkan dalam bentuk lahirnya kerusuhan, anarkisme, premanisme bahkan pembunuhan yang disimbolkan dengan label-label agama dan tindakan kekerasan. Selain itu, juga muncul berbagai intimidasi dalam bentuk terror bom yang cukup merisaukan umat beragama dan masyarakat luas serta pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam seakan-akan dihakimi sebagai sarang terorisme yang diakibatkan oleh adanya tindakan terorisme yang terjadi di masyarakat.
Selanjutnya,
globalisasi sebagai sebuah tuntutan di antara bangsa-bangsa dunia sedikit
banyak mempengaruhi kehidupan masyarakat bangsa dan turut andil dalam membangun
lunturnya rasa kebangsaan dari warga Negara. Apalagi ditambah dengan
sentuhan-sentuhan idiologis yang menafikan keberadaan heterogenitas kehidupan
beragama dan berbangsa, sehingga yang muncul tidak hanya sekedar tindakan kriminal
biasa, namun masuk pada level tindakan kriminal berideologi yang muncul dalam
bentuk anarkisme dan pembunuhan masal.
Indonesia
sebagai salah satu Negara besar di dunia jelas menginginkan tegaknya
pilar-pilar kebangsaan dan kokohnya nilai kebangsaan bagi setiap warga Negara,
dan upaya menegakkan nilai kebangsaan bagi setiap warga Negara menjadi tanggung
jawab seluruh komponen bangsa baik aparat pemerintah, maupun para ulama (kyai,
tengku, walid) yang menjadi panutan para umat.
Pondok
pesantren sebagai lembaga pendidikan tertua di Indonesia, disamping berfungsi
sebagai pusat pengajaran ilmu-ilmu ajaran agama Islam (tafaqqah fiddin)
juga telah banyak berperan dalam pengembangan masyarakat, baik dalam ekonomi,
politik, sosial, dan budaya. Betapapun dalam hal ini tidak dapat dilepaskan
dari peran para kyai. Para Kyai menduduki peran strategis dan sentral dalam
kehidupan bermasyarakat khususnya masyarakat grass root, karena kyai
tidak hanya bertindak sebagai guru, namun juga berperan sebagai penterjemah
nilai-nilai sosial dan kultural ditengah-tengah kehidupan masyarakat.
Menjadi
sebuah keniscayaan yang diakui, bahwa pesantren merupakan bagian dari salah
satu terwujudnya kohesi sosial. Karakteristik pesantren yang selalu hadir
terbuka dengan semangat kesederhanaan, kekeluargaan, dan kepedulian sosial
menciptakan social behavior yang mempunyai daya rekat yang tinggi dan
sulit ditemukan pada institusi pendidikan lainnya. Pesantren bukan semata untuk
pemenuhan kebutuhan keilmuan keagamaan, melainkan juga pemeliharaan dan
konservasi budaya, penyebaran etika dan moralitas keagamaan. Oleh karena itu
tidak bisa dipungkiri bahwa pondok pesantren juga mempunyai potensi cukup besar
dalam mengembangkan dan memperkuat wawasan keagamaan, keummatan dan kebangsaan.
Dalam
situasi demikian, masyarakat membutuhkan peningkatan kesejahteraan hidup dan
perlindungan dari sesama warga bangsa dan khususnya Pemerintah untuk mencegah
intervensi ideologis dan politik dari pihak luar yang bertentangan dengan
Pancasila.
Pondok
Pesantren Al-Badar Bilalang Parepare bekerjasama dengan Pondok Pesantren
Mahasiswa Al-Hikam Depok Jakarta mencoba untuk memberikan gambaran utuh
mengenai persoalan tersebut dengan mengadakan suatu kegiatan yang
dinamakan sarasehan nasional ulama pondok pondok pesantren dan cendekiawan yang
bertemekan Keagamaan,
Keummatan, dan Kebangsaan.
Tujuan dari kegiatan ini adalah 1). Mengembangkan dan memperkuat wawasan keagamaan,
keummatan dan kebangsaan ulama pesantren dan cendekiawan dengan mengoptimalkan
peran serta pondok pesantren. 2). Memerankan pondok pesantren sebagai pusat sosialisasi wawasan keagamaan, keummatan
dan kebangsaan.
Sedangkan sasarannya adalah 1). Meningkatkan pemahaman ulama pesantren dan
cendekiawan, khususnya komunitas pondok pesantren tentang posisi Indonesia
dalam perkembangan global. 2). Meningkatkan pemahaman ulama pesantren dan cendekiawan tentang problematika
Tata Negara Indonesia pasca Amandemen UUD 1945. 3).Memperteguh komitmen pondok pesantren dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara dalam bingkai NKRI.
Sarasehan nasional ini dihadiri
oleh 173 peserta yang berasal dari beberapa daerah dalam wilayah provinsi Sulawawesi
Selatan termasuk 1 orang dari Sulawesi Utara. Peserta yang menghadiri acara ini
merupakan perwakilan dari beberapa Pondok Pesantren, Pengurus Cabang Nahdatul
Ulama, Pengurus Daerah DDI dan kalangan perguruan tinggi se Sulawesi Selatan.
Halaqah
silaturrahim kebangsaan ini dilaksanakan selama 2 hari yakni hari Senin dan Selasa yang bertepatan dengan tanggal 28 dan 29 April 2014 dan tentunya
berlangsung di Pondok Pesantren
Al-Badar Bilalang Parepare Sul-Sel. Adapun materi yang disajikan pada
acara ini adalah: 1). Pengantar
Sarasehan; 2). “Hubungan Agama
dan Konstitusi/Perundangan Serta KebijakanKekuasaan”, 3). “Peran Masyarakat
Sipil dalam Politik Kebangsaan”, 4). “Penegakkan Hukum dan Tantangannya di
Indonesia”, 5). “ Program Pembangungan Rumah di Pesantren”, 6). “Kebijakan Negara Terhadap Sumberdaya Alam
Indonesia”, 7). “ Memahami Aswaja secara Manhaji” 8). “Etika Pergaulan lintas
Madzhab dalam Islam”, 9). “Maklumat Kebangsaan”
Yang lebih hebohnya lagi karena pematerinya adalah
tokoh-tokoh nasional diantaranya:
1. KH.A.
Hasyim Muzadi ( Rais Syuriah PBNU )
2. Deputi
Menteri Perumahan Rakyat RI
3. KH. Masdar
Farid Mas’udi
4. Prof. Dr.
Dersoz. Gumilar RS
5. Prof.
Dr. Rokhmin Dahuri
6. Dr.
Lutfi Zuhdi
7. KH.
Afifuddin Muhajir
Muda-mudahan dengan adanya kegiatan ini akan
memeberikan penguatan terhadap nilai-nilai kebangsaan kita khususnya bagi ulama-ulama pondok pesantren dan cendikiawan muslim sehingga Negara kesatuan Republi
Indonesia (NKRI) semakin kokoh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentarnya disini