Kamis, 13 Agustus 2015

KEPERIBADIAN GURU DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

A.   Tipe Guru dalam Kelas
Semua orang setuju selain orang tua pahlawan yang bisa kita banggakan adalah seorang guru, guru bisa di ibaratkan seorang ibu kedua bagi muridnya. tanpa dia mungkin kita tidak bisa sepintar sekarang, walaupun pada dasarnya manusia bisa belajar sendiri dengan menggunakan media seperti buku atau internet, namun posisi guru di sekolah tidak bisa di gantikan, dialah yang meluruskan kita pada saat kita salah dalam menelaah sebuah materi. Namun yang namanya guru sama saja dengan manusia biasa, selalu ada saja kesalahan yang dia perbuat baik itu terlihat oleh orang lain atau juga tertutupi. Sifatnya pun berbeda - beda dengan guru lain ada guru yang baik dan juga ada guru yang agak galak, kalau siswa sering menyebutnya dengan guru killer. Namun pada dasarnya di balik ke galakannya guru seperti itu menuntun para muridnya agar tidak melakukan hal yang negatif yang salah untuk keduakalinya.
Jika anda seorang guru atau pendidik, tentunya kita perlu mengevaluasi lebih mendalam termasuk karakter atau tipe apakah anda sebagai seorang guru. Berikut ini beberapa karakter atau tipe guru sebagaimana yang di www.edukasi.kompasiana.com adalah:
1.  Pintar
Guru yang pintar dalam mengajar dan membimbing anak didiknya. Guru seperti ini pintar dalam melakukan tugasnya sebagai seorang guru, juga dapat membuat anak didiknya menjadi cerdas. Guru pintar ini dalam melakukan pembelajaran di kelas benar-benar mengasah aspek-aspek kecerdasan siswanya secara baik.
2.  Sabar
Guru sabar memiliki beberapa pengertian.
Pertama, sabar saat menghadapi anak didiknya. Kedua, sabar saat menuntaskan materi pembelajaran. Ketiga, sabar saat menghadapi permasalahan yang terjadi. Keempat, sabar dalam melakukan aktifitas mengajarnya.
Hanya makna guru sabar sering disalahtafsirkan oleh sebagian guru yang justru harus diluruskan.
Pertama, saat anak didiknya mencontek ia diam saja terhadap prilaku buruk mencontek muridnya.
Kedua, Bila saat mengajar anak didiknya ribut ia membiarkannya saja atau tidak dapat mengendalikan kelasnya.
Ketiga, bila anak didiknya berprilaku tidak sopan ia tidak menegur atau mengingatkannya.
3.  Sadar
Guru yang sadar akan tugas dan kewajibannya sebagai guru. Guru seperti ini selalu berinisiatif untuk mengembangkan profesionalitasnya sebagai guru. Guru sadar ini diperintah atau tidak diperintah oleh atasannya selalu berusaha mengambil peran untuk kemajuan sekolahnya.
4.  Dasar
Guru yang sudah memiliki dasar sebelumnya menjadi guru. Guru semacam ini memang menyenangi profesinya sebagai guru. Hal ini dibuktikan dengan kecintaannya mengajar, jurusan di Perguruan Tinggi yang dipilihnya dan pengalaman mengajarnya yang sudah dimulai sejak muda.
5.  Benar
Guru yang benar dalam melakukan aktifitas pengajarannya. Ia menyampaikan materi yang benar, tidak asal, dan dapat dipertanggungjawabkan. Ia tidak melakukan ‘mal praktek’ mengajar misalnya tidak melakukan kekerasan fisik saat mengajar, tidak membolos saat jadwal mengajar, dan lain-lain.
6.  Wajar
Guru seperti ini wajar dalam bersikap dan tidak dibuat-buat. Wajar dalam memberikan tugas (PR) kepada anak didiknya dan wajar dalam melakukan aktifitas pengajarannya.
7.   Nyasar
Seseorang yang sejak awal tidak berniat menjadi guru, namun karena sesuatu hal akhirnya ia menjadi guru. Faktor-faktor yang menyebabkan munculnya guru nyasar ada enam.
Pertama, karena tidak ada lagi lowongan pekerjaan yang dapat menampungnya kecuali menjadi guru.
Kedua, karena di Indonesia ada kecenderungan asal mau dan berani saja jadi guru dapat menjadi guru. Ia tidak peduli ijazah, jurusan, atau sekolah yang telah ditempuhnya.
Ketiga, karena banyak sekolah yang begitu mudah atau asal-asalan menampung atau menerima guru. Sekolah-sekolah tersebut tidak mempedulikan pendidikan, kompetensi, keilmuan, ataupun pengalamannya.
Keempat, karena tidak menjamin bahwa seseorang yang memiliki pendidikan sebagai guru dapat bagus dalam mengajar, sehingga ia merasa bahwa tidak berpendidikan sebagai guru juga dapat bagus dalam mengajar.
Kelima, salah jurusan saat mengambil jurusan di perguruan tinggi.
Keenam, jaminan kesejahteraan menjadi guru semakin baik terutama bila menjadi PNS Guru atau mendapatkan sertifikasi.
8.  Kasar
Guru kasar ini memiliki dua pengertian.
Pertama, guru yang kasar dalam berbicara. Guru yang kasar dalam berbicara masih banyak ditemui diberbagai sekolah. Bahkan penulis pun pernah mengalami curhatan dari para siswa saat beraktifitas di sekolah menengah karena ada beberapa guru yang sering mengeluarkan kata kasar seperti nama-nama binatang saat mengajar di dalam kelas ataupun di luar kelas. Jelas hal ini bukanlah perilaku terpuji yang dilakukan para guru.
Kedua, guru yang kasar dalam berperilaku. Mungkin hal ini dilakukan karena ia memiliki badan yang besar dan kekar, berwajah sangar, sehingga hobinya nampar.
9. Kurang Ngajar
Guru kurang ngajar memiliki dua pengertian.
Pertama, guru tersebut merasa jam mengajar yang dimilikinya masih kurang, sehingga ia masih ingin menambah jam mengajarnya. Hal tersebut bisa jadi karena setiap kelebihan jam mengajar ada ‘bonus tambahan’ yang didapat ataupun memang karena kecintaannya ia dalam mengajar.
Kedua, setelah ia mengajar di satu tempat ia masih merasa belum puas sehingga ia masih mengajar kembali di tempat lainnya. Bentuknya bisa dalam bentuk privat, bimbel, kursus, mengajar kembali di lembaga pendidikan formal, atau yang lainnya. Hal itu bisa jadi karena kemampuan mengajarnya baik sehingga lembaga lain memintanya untuk mengajar juga di tempatnya. Atau karena kebutuhan hidupnya yang belum memadai, yang memaksanya untuk mencari kegiatan mengajar yang lain di luar tempat utamanya mengajar. Ada pula sebagian guru yang hanya sekedar mengaktualisasikan dirinya, ia mengajar di tempat lain di luar tempat mengajarnya yang utama.
10. Makar
Guru semacam ini memiliki beberapa pengertian.
Pertama, hobinya membicarakan kejelekan orang lain (ghibah).
Kedua, iri atau dengki kepada kelebihan yang dimiliki guru yang lain, apakah terkait kemampuannya mengajar, finansial yang dimilikinya, kekayaan yang dimilikinya, perbedaan status guru yang dimilikinya, golongan atau kepangkatan yang dimilikinya, tunjangan yang telah didapatnya, ataupun sertifikasi yang sudah didapatkannya.
Ketiga, hobinya membicarakan kebijakan atasannya yang dipandang tidak disukainya atau yang tidak sesuai dengan keinginan dirinya.
11. Lapar
Guru lapar ini bisa dimaknai dua hal.
Pertama, lapar terhadap ilmu dan kompetensi yang harus didapatkannya. Ia selalu bersemangat untuk mencari ilmu bukan karena sekedar meraih sertifikasi atau kenaikan pangkat.Ia melakukannya karena untuk menuntut ilmu yang harus diraihnya. Kedua, lapar dalam arti sesungguhnya. Ia selalu merasa lapar ingin selalu makan terus bila sebelum atau sesudah mengajar. Bagi sebagian guru laki-laki selalu ingin merokok bila ada kesempatan untuk merokok diluar jam mengajarnya.
12. Bayar
Guru bayar ini adalah guru yang tidak akan mengajar kalau ia tidak dibayar. Ada pula tipe guru bayar ini ialah guru yang sangat memperhitungkan jam mengajarnya termasuk besarnya KJM (Kelebihan Jam Mengajar). Jadi jam mengajar dan waktu yang ia berikan harus selalu dihitung dengan   besarnya   uang.    Tipe  guru  seperti  ini  sering ogah-ogahan bila mendapat kegiatan tambahan baik kegiatan yang bersifat administratif maupun yang bersifat pengajaran.
13. Hambar
Guru   seperti   ini   seperti   seorang   yang  sedang memasak, lalu ia tak menaburkan bumbu penyedap rasa. Tentu terasa ada sesuatu yang kurang. Nah.. guru   seperti  ini  sering  terasa kering, kurang semangat, dan kurang berisi keilmuan yang diajarkannya. Siswa yang menerima informasinya    pun   sering   dibuat  bingung  ataupun   tak  semangat,  sehingga  ketika siswa ditanyakan tentang materi yang baru disampaikannya hasilnya siswa tidak mengerti,
14. Pasar
Guru pasar ini memiliki beberapa pengertian.
Pertama, guru semacam ini selalu membuat pasar kecil dengan cara berbisnis untuk berjualan kepada guru lainnya, orangtua murid, bahkan kepada anak didiknya. Barang yang dijual bisa bervariasi, ada yang berbentuk buku paket, LKS, kerudung, busana muslim, atau keperluan lainnya. Membuat pasar seperti ini banyak terjadi di berbagai sekolah apakah yang sifatnya legal ataupun ilegal. Pertanyaannya bolehkah melakukan jual beli semacam ini? Tentu tergantung kepada item barang yang dijualnya, legalkah bila dijual di sekolah, ataupun apah mengganggu aktivitas utama kita dalam mengajar atau tidak.
Kedua, guru semacam ini selalu membuat pasar kaget dengan melakukan jual beli informasi atau gosip yang terjadi antar guru.
Termasuk tipe guru yang manakah anda? Semoga anda termasuk guru baik yang memberikan teladan bagi para muridnya, bukan termasuk guru yang berprilaku buruk apalagi berprilaku jahat kepada muridnya.

 B. Gaya Mengajar Guru
Dalam dunia pendidikan ada beberapa faktor yang dapat mempengaaruhi keberhasilan dalam mencapai tujuan pendidikan secara umum, demikian pula dalam skala kecil yaitu tercapainya tujuan pembelajaran. Salah factor yang dimaksud di atas adalah gaya mengajar yang dimiliki oleh guru yang. Pada bagian ini kami akan mengetengahkan beberapa hal yang berhubungan dengan gaya mengajar guru. Pada dasarnya gaya mengajar guru adalah bentuk penampilan guru pada saat peoses belajar mengajar.
Gaya mengajar dapat diartikan sebagai perbuatan guru dalam konteks proses belajar mengajar yang bertujuan mengatasi kebosanan siswa, sehingga dalam proses belajarnya siswa senantiasa menunjukkan ketekunan, keantusiasan, serta berperan serta secara aktif. (J.J. Hasibuan dan Moedjiono, 1995:65)
Gaya mengajar yang perlu diterapkan dalam proses belajar mengajar sebaiknya bersifat variatif, inovtif, serta mudah diterima oleh siswa dalam penyampaian materi pelajaran. Gaya mengajar guru yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran menjadi bebrapa macam yaitu:
1) Gaya Mengajar Klasik
Guru dengan gaya mengajar klasik masih menerapkan konsepsi sebagai satu-satunya cara belajar dengan berbagai konskuensi yang diterimanya. Guru masih mendominasi kelas tanpa memberi kesempatan pada siswa untuk aktif sehingga akan menghambat perkembangan siswa dalam proses pembelajaran. Gaya mengajar klasik tidak sepenuhnya disalahkan manakala kondisi kelas yang mengharuskan seorang guru berbuat demikian, yaitu kondisi kelas dimana siswanya mayoritas pasif
2) Gaya mengajar teknologis
Gaya mengajar teknologis ini mengisyaratkan seorang guru untuk berpegang pada berbagai sumber media yang tersedia. Guru mengajar dengan memperhatikan kesiapan siswa dan selalu memberikan stimulan untuk mampu menjawab stimulan untuk mampu menjawab segala persoalan yang mempelajari pengetahuan yang sesuai dengan minat masing-masing sehingga memberi banyak manfaat kepada diri siswa.
3) Gaya mengajar personalisasi
Guru dengan gaya mengajar personalisasi akan selalu meningkatkan belajarnya dan juga senantiasa memandang siswa seperti dirinya sendiri. Guru tidak dapat memasakan siswa untuk sama dengan gurunya, karena siswa tersebut mempunyai minat, bakat, dan kecenderungan masing-masing
4) Gaya mengajar interaksional
Guru dengan Gaya mengajar interaksional lebih mengedepankan dialogis dengan siswa sebagai bentuk interaksi dinamis. Guru dan siswa atau siswa dengan siswa saling ketergantungan, artinya mereka sama-sama menjadi subyek pembelajaran dan tidak ada yang dianggap baik atau sebaliknya paling jelek.
Guru juga harus mengetahui kecerdasan setiap siswa karena setiap siswa mempunyai kecerdasan yang berbeda-beda. Berdasarkan penlitian yang dilakukan oleh Horward Gardner, seorang psikolog dari Harvard University bahwa setiap manusia paling tidak memiliki delapan “pusat
kecerdasan”, bahkan mungkin lebih. Konsep itulah yang disebut dengan “multiple intelegence.” Teori kecerdasan majemuk yang digagas oleh Gardner membawa angin segar bagi setiap anak dan orang tua sekarang anak tidak hanya terpaku pada satu kecerdasan. Kecerdasan majemuk yang dimaksud adalah kecerdaan linguistik, logis matematik, visual-spacial, kinestetik, musikal, interpersonal, intrapersonal, dan natural. (Najib Sulhan, 2011:145).

C. Keperibadian Guru
Guru sebagai pendidik merupakan titik awal masuknya pendidikan secara formal yang di alamai seseorang. Oleh karena itu guru haruslah menjadi panutan dan sumber inspirasi oleh murid-muridnya. Hal ini bermakna bahwa kinerja guru akan sangat berpengaruh terhadap kenierja pendidikan secara keseluruhan. Berkaitannya dengan hal ini penampilan seorang guru harus terwujud sedemikian rupa secara efektif sehingga dapat menunjang dinamika dan keefektifan  pendidikan dan pengajaran. Kinerja dan penampillan guru didukung sejumlah kompetensi tertentu yang berlandaskan kualitas kepribadian. Agar hal ini dapat diwujudkan maka seorang guru harus mememahami hal-hal yang berkaitan dengan penampilan kepribadian serta menguasai sejumlah kompetensi yang melandasinya.
Dalam buku psikologi guru konsep dan aplikasi, Prof. Dr. H. Muhammad Surya (2003: 254) menyatakan bahwa: Kepribadian seorang guru merupakan titik tumpu sebagai penyeimbang anatara pengetahuan mengenai pendidikan dan keterampilan melaksanakan profesi sebagai pendidik terutama dalam bidang pembelajaran. Ketika titik tumpuhh ini kuat, pengetahuan dan keahlian bekerja secara seimbang yang berakibat pada perubahan prilaku yang positif dalam pembelajaran, namun ketika titik tumpuh ini lemah, yaitu guru tidak banyak membantu, maka pengetahuan dan keterampilan guru tidak akan efektif digunakan, bahkan dapat merusak keseluruhan proses dan hasil pendidikan.
Dengan merujuk pada karya Cavanagh, Michael E (1982); dalam bukunya  Caunseling Experience: a Theoritical and Practice Approach ada 12 kualitas kepribadian diri yang harus dimilikii oleh seorang guru professional,  yaitu sebagai berikut:
1.      Self-Knowledge (pengetahuan Mengenai diri sendiri, yaitu seorang guru harus mengetahui tentang diri sendiri, apa yang sedang dilakukan, permasalahan apa yang sedang dihadapi, dan persoalan apa yang sedan diahadapi siswanya.
2.      Competence (Kecakapan)
Seorang guru harus memeliki kualitas fisik, intelektual, emosional, sosial, dan moral yang penting untuk dapat membantu klien. Kemampuan ini sangat penting begi seorang guru, siswa yag menjadi asuhannya menginginkan dapat hidup lebih efektif dan bahagia.
3.      Kesehatan psikologi yang baik
Seorang guru harus menjadi model kesehatan psikologis. Mereka harus lebih sehat dari pada orang yang mereka temui dalam proses pembelajaran. Kesehatan psikologis yang baik seorang guru sangatlah penting, karena akan mendasari pemahaman perilaku dan keahlian mereka, ketika pemahaman yang didasari kesehatan positif dalam pembelajaran.

4.      Trustworthiness (dapat dipercaya)
Kepercayaan sangatlah penting bagi seorang guru dengan alasan: Pertama, untuk mendorong orang menjadi dirinya sendiri. Kedua guru tidak akan membocorkan pengakuan yang mereka buat. Ketiga, ketika siswa mengalami kokonsistenan, penerimaan, dan kepercayaan diri seorang guru, mereka akan mencoba untuk lebih percaya pada dirinya sendiri.
5.      Honesty (Kejujuran)
Kejujuran yang absolut berarti bahwa seorang guru harus transparan, dan sejati (authentic, genuine). Karakteristik ini sangat penting, mengingat beberapa alasan pertama, transparansi memudahkan guru dan siswanya berinteraksi sedekat mungkin, kedua, kejujuran memungkinkan guru untuk memberikan umpang balik yang belum terpoles.
6.      Straigth (Kekuatan)
Kekuatan merupakan titik tengah antara intimidasi dan kelemehan. Hal ini dibutuhkan bagi seorang guru, untuk member kemungkinan siswa merasa aman. Para guru memerlukan kekuatan dalam mengatasi serangan psikologis dan manipulasi yang dilakukan oleh siswa. Kekuatan dapat menghilangkan anggapan guru sebagai sumber pengacau dalam pikiran siswa.
7.      Kehangatan
Kehangatan mempunyai makna sebagai sesuatu yang baik, perhatian, dan dapat menghibur orang lain. Kehangatan dalam berkomunikasi biasanya secara nonverbal melalaui nada suara, expresi mata, dan mimik wajah. Kehangatan sangatlah penting dalam pembelajaran, karena dapat mencairkan suasana. 
8.      Active Responsiveness (pendengar yang aktif)
Guru diharapkan mampu secara dinamis terlibat dengan proses pembelajaran, mendengarkan dengan baiik adalah titik tengah antara hiperaktif dan kebingungan, menajdi orang yang pasif dan ngantuk. Bagi seorang guru kualitas sangat penting, karena menunjuk perhatian secara personal dan juga menstimulasi siswa untuk bereaksi secara spontan pada guru.

9.      Kesabaran
Guru dapat membangun situasi yang dapat dikemabangkan secara alami, tanpa secara permatur memberikan gagasan pribadi, perasaan atau nilai-nilai. Kesabaran memperkenankan seseorang dalam berkonsutasi akan menciptakan situasi yang kondisif. Para guru tidak dapat memaksa mempercepat pertumbuhan psikologis siswa tetapi harus membinbingnya.
10.  Sensitivitas (Kepekaan)
Sensitivitas dalam diri guru sanga penting karena mereka harus berkominikasi dengan siswa. Siswa yang berkomunikasi dengan guru yang mempunyai sensitivitas, akan merasakan lebih percaya diri. Guru yang sensitive memahami bagian-bagian dasar perasaan seseorang dan dapat mengangkat masaah-masalah ke permukaan.
11.  Kebebasan
Kebebasan juga membawa seseorang yang sedang berkomunikasi akan lebih merasakan tali persaudaraan yang berarti apabila disertai rasa kebebasan. Satu hal yang harus diperhatikan adalah percaya diri untuk memeilih pilihan-piihan mereka dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk berepresi dengan bebas agar mereka mampu menciptakan suasan yang aman.
12.  Kesadaran Holistik
Kesadaran holistic guru dalam pembelajaran adalah bahwa guru menyadari keseluruhan orang dan tidak mendekati hanya dari satu aspek saja. Namun begitu, ini tidak berarti bahwa guru adalah seorang ahli dalam semua aspek tetapi menyadari adanya beberapa dimensi seseorang dan bagaimana saat demensi itu saling terkait.

D. Strategi Guru
Barbara K. Given (2007) dalam bukunya Brain-Based Teaching mengatakan bahwa Strategi adalah rencana atau tindakan pintar untuk menyelesaikan tugas dengan membuatnya lebih muda dan lebih efektif.
Di http://www.pustakasekolah.com diyatakan bahwa sebenarnya ada empat strategi dasar dalam belajar mengajar yang meliputi hal-hal berikut:
1.      Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagaimana yang diharapkan.
2.      Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan pandangan masyarakat.
3.      Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan oleh guru dalam menunaikan kegiatan mengajarnya.
4.      Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan  belajar mengajar yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik buat penyempurnaan sistem instruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.

E.        Kepemimpinan Guru
Soekanto (2003: hal. 288) mendefinisikan kepemimpinan sebagai “…kemampuan seseorang (yaitu pemimpin atau leader) untuk mempengaruhi orang lain (yaitu yang dipimpin atau pengikut-pengikutnya). Sehingga orang lain tersebut bertingkah-laku sebagaimana dikehendaki oleh pemimpin tersebut.”
Dari definisi di atas, penekanan pada kemampuan mempengaruhi orang lain memiliki implikasi bahwa seorang pemimpin haruslah mampu mempengaruhi orang lain. Jika tidak ada kemampuan mempengaruhi maka orang itu tidak dapat dikatakan pemimpin.
Pengertian yang dikemukakan Soekanto ini tampaknya sejalan dengan yang disebutkan oleh Charles W. Marrified dalam Al Muchtar (2001: 251), “..kepemimpinan menyangkut bagaimana menstimulasi, memobilisasi mengarahkan dan mengkoordinasi motif-motif dan kesetiaan yang terlibat dalam usaha bersama.”
Floyd Ruch dalam Gerungan (2002: hal. 129) menyebutkan tiga tugas utama pemimpin, yaitu: 1) structuring the situation, 2) controlling group-behavior, 3) spokesman of the group. Pada tugas yang pertama seorang pemimpin harus dapat mengkonstruksi struktur dari situasi yang dihadapi kelompoknya secara jelas agar para anggotanya dapat memahami situasi yang dihadapi mereka dan pada gilirannya mampu memberi penyikapan dan melakukan tindakan yang tepat.
Tugas kedua yang harus dilaksanakan pemimpin adalah melakukan pengawasan dan pengontrolan/pengendalian perilaku kelompok. Agar suatu kelompok/ organisasi dapat mencapai tujuan-tujuannya, maka semua orang yang ada di dalamnya harus berjalan atau melakukan aktivitas yang mengarah pada tujuan-tujuan tersebut. Sehingga apabila ada anggota kelompok yang ke luar jalur, maka tugas pemimpinlah yang ‘menyadarkan’ anggotanya tersebut untuk tetap ada di dalam ‘jalan yang benar.’
Tugas ketiga dari pemimpin adalah menjadi juru bicara dari kelompoknya mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan-keadaan di kelompoknya. Tentunya apa yang dibicarakan oleh pemimpin pada pihak lain itu haruslah merupakan gambaran nyata tentang kelompoknya, bukannya karangan pribadi pemimpin tersebut.
Tokoh pendidikan nasional, Ki Hajar Dewantara sering menyebut-nyebut pepatah tradisional yang menggambarkan tugas seorang pemimpin dalam hal ini guru (Soekanto, 2003: 292), yaitu:
Ing ngarsa sung tulada
Ing madya mangun karsa
Tut wuri handayani
Yang jika di terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia kira-kira seperti berikut ini:
Di muka memberi teladan
Di tengah-tengah membangun semangat
Dari belakang memberikan pengaruh.
Pepatah ini sudah tidak asing lagi bagi orang-orang di dunia pendidikan karena sering diucapkan, dibahas, dan bahkan yang ketiga tut wuri handayani dijadikan slogan resmi pendidikan. Dari ketiga baris pepatah tersebut sudah sangat jelas bahwa menjadi seorang pemimpin apalagi di dalam kelas tidak perlu menunjukkan kekuasaan secara berlebihan kepada para siswa dalam upaya mengarahkan mereka untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan secara cepat dan efisien dengan mengabaikan efektivitasnya. Pemimpin di kelas hendaklah memberi teladan, membangun semangat dan menanamkan pengaruh yang baik supaya anak memiliki perilaku yang baik seperti yang ditetapkan dalam tujuantujuan pendidikan.
Adapun bila yang terjadi di dalam kelas anak-anak mengobrol di belakang ketika guru menerangkan di depan, tidak berarti bahwa anak-anak tersebut salah seratus persen. Terdapat beberapa kemungkinan yang harus diperbaiki dalam performa mengajar kita, misalnya: kontak mata tidak menyeluruh, gaya mengajarnya tidak menarik, atau beberapa hal lain yang bersifat teknis maupun non teknis. Oleh karenanya guru seyogyanya melakukan refleksi/introspeksi atas apa yang sudah dilakukan di dalam kelas sambil berupaya memberikan perbaikan atau peningkatan.
Untuk dapat tampil dengan penuh percaya diri, guru hendaklah melakukan perencanaan-perencanaan yang matang untuk pelaksanaan KBM yang diselenggarakannya termasuk evaluasinya. Ketika perencanaan ini juga, seorang guru dapat membayangkan kira-kira metode apa atau gaya kepemimpinan bagaimana yang tepat diterapkan pada situasi dan kondisi kelasnya. Bersikap ramah ketika mengajar di dalam kelas dapat menciptakan rasa aman di kalangan murid-murid. Jika murid merasa aman dan tenang, pembelajaran dapat dilaksanakan secara ringan, mudah dan menyenangkan.
Dalam kondisi seperti ini sangat dimungkinkan sikap positif anak baik terhadap guru maupun pelajarannya dapat timbul. Kondisi ini pada gilirannya dapat mendorong anak untuk belajar lebih baik lagi. Di samping itu, guru pun dapat mengidentifikasi keadaan siswa ketika mengajar. Berikan contoh/teladan yang baik, bangunlah semangat anak untuk belajar, serta tanamkan pengaruh-pengaruh yang baik pada anak supaya selanjutnya mereka dapat melakukan segala sesuatu dengan baik dan benar pula.

F.         Guru yang Demokratis
Pendidikan merupakan masalah yang penting bagi setiap bangsa yang sedang membangun. Upaya perbaikan di bidang pendidikan merupakan suatu keharusan untuk selalu dilaksanakan agar suatu bangsa dapat maju dan berkembang seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Beberapa upaya dilaksanakan antara lain penyempurnaan kurikulum, peningkatan kompetensi guru melalui penataran-penataran, perbaikan sarana-sarana pendidikan, dan lain-lain. Hal ini dilaksanakan untuk meningkatkan mutu pendidikan bangsa dan terciptanya manusia Indonesia yang berkualitas dan bermoral.
Pendidikan merupakan upaya memperlakukan manusia untuk mencapai tujuan, perlakuan itu akan manusiawi apabila mempertimbangkan kapasitas dan potensi-potensi yang dimiliki manusia.
1.    Guru yang Demokratis
Peran guru sebagai pemimpin dalam proses belajar mengajar adalah fasilitator belajar kelompok. Guru memberikan bimbingan kepada siswa dalam melakukan kegiatan belajar mengajar. Bahkan siswa diberikan kesempatan memberikan koreksi terhadap guru dan gagasan murid sangat diperhatikan untuk menciptakan hubungan timbal balik yang harmonis. Dalam gaya kepemimpinan guru seperti ini akan muncul sikap bersahabat, terbuka, kreatif dan kerjasama.
Guru sebagai pemimpin dalam proses pengajaran, berperan dalam mempengaruhi atau memotivasi siswa agar mau melakukan yang diharapkan sehingga pekerjaan guru dalam mengajar menjadi mudah dan lancar, murid mudah paham dan menguasai materi pelajaran sehingga tercapai tujuan pengajaran.
Syafarudin Dirwan Nasution dalam bukunya yang berjudul Manajemen Pembelajaran menyatakan bahwa Pembelajaran yang demokratis adalah pembelajaran yang di dalamnya terdapat interaksi dua arah antara guru dan siswa. Guru memberikan bahan pembelajaran dengan selalu memberi kesempatan kepada siswa untuk aktif memberikan reaksi, siswa bisa bertanya maupun memberi tanggapan kritis tanpa ada perasaan takut. Bahkan, kalau perlu siswa diperbolehkan menyanggah informasi atau pendapat guru jika memang dia mempunyai informasi atau pelajaran, pendapat guru, dan pengalaman siswa sendiri (Syafarudin 2005: 129-130).

2.     Tipe Guru yang Demokratis
Guru yang bersikap demokratis memiliki tipe sebagai berikut :
a.       Memiliki hati nurani yang tajam, dan berusaha mengajar dengan hati dengan wawasan yang dimilikinya;
b.      Berusaha memberi ketenangan hati dan tanpa lelah memotivasi peserta didik;
c.       Memberi ruang kepada peserta didik untuk memaksimalkan berkembangnya potensi positif pada dirinya. Figur guru seperti ini akan selalu dikenang oleh peserta didik sepanjang masa.
3.    Hal-hal yang Harus dimiliki Bila Ingin Menjadi Seorang Guru yang Demokratis
a.      Milikilah beragam kecerdasan. Milikilah kecerdasan emosional yang baik, milikilah kecerdasan spiritual yang baik, milikilah kecerdasan interpersonal dan intrapersonal yang baik. Kecerdasan sangat membantu guru tampil dengan bijaksana. Langkah-langkah agar guru memiliki kecerdasan yaitu melalui kegiatan reflektif, membaca buku untuk meningkatkan percaya diri, pelatihan dan meningkatkan iman serta takwa kepada Tuhan;
b.      Jadilah guru biofili. Guru biofili ketika mengajar dan melakukan tindakan dalam pola tingkah laku selalu mengedepankan nilai-nilai dan jiwa yang hidup, dengan cinta dan kasih sayang. Guru biofili berkarakter guru yang memiliki jiwa yang selalu hidup berdasarkan nilai-nilai universitalitas kehidupan. Dia tidak menganggap murid bodoh, nakal, dan stereotipe negatif terhadap muridnya, tapi dia percaya muridnya adalah anugerah, apa adanya;
c.      Jadilah guru yang mendidik dengan hati. Terdapat enam belas pilar pendidikan dengan hati berikut, yaitu kasih sayang, penghargaan, pemberian ruang untuk mengembangkan diri, kepercayaan, kerjasama, saling berbagi, memotivasi, mendengarkan, berinteraksi secara positif, menanamkan nilai-nilai moral, mengingatkan dengan ketulusan hati, menularkan antusiasme, menjadi potensi diri, mengajar dengan kerendahan hati, menginspirasi, dan menghormati;
d.      Jadilah fasilitator dan mediator. Paul Suparno (2003) menyebutkan bahwa guru demokratis lebih membantu siswa agar siswa aktif belajar dan menemukan pengetahuan mereka. Guru merangsang siswa belajar, mendukung, memberikan motivasi, memantau dan mengevaluasi yang ditemukan siswanya. Guru demokratis akan bahagia bila siswa aktif, mempunyai macam-macam kreativitas, siswa mempunyai gagasan brilian yang mungkin saja berbeda dengan gagasan guru. Nilai bukan monopoli guru, kebenaran bukan monopoli guru, tetapi milik bersama, hasil pencarian bersama secara rasional.
e.      Ajarkan murid berpikir kritis. Bantulah murid untuk berpikir kritis, memang menghapal pada tahap awal memang baik, tapi guru harus menekankan pada berpikir. Guru membantu murid lebih berpikir sendiri dan bukan hanya membebek dengan apa yang dikatakan guru.
Raths et al (1986) dalam Paul Suparno menjelaskan bahwa langkah awal menjadi guru yang mengajarkan murid kritis adalah mendengarkan gagasan dan pemikiran murid, menerima ide dan gagasan siswa termasuk yang dianggap aneh dan tidak tepat. Tugas selanjutnya, murid yang lain mengkritisi ide  tersebut, guru harus mampu memupuk keyakinan bagi dirinya agar dapat menjadi GURU bagi muridnya. Terakhir guru memberikan feedback yang memajukan pemikiran siswa, bukan mematikan ide dan gagasannya.
Sehingga anak didik nantinya dapat berkembang menjadi pribadi dan warga yang lebih demokratis (Suparno, 2004)
Dengan pendekatan pembelajaran yang lebih demokratis cukup mendesak untuk diimplementasikan di kelas, setidaknya berdasarkan tiga alasan.
1.    Kenyataan bahwa guru bukan satu-satunya sumber belajar. Dalam era globalisasi informasi sekarang, tidak bisa dimungkiri, akses terhadap berbagai sumber informasi menjadi begitu luas; televisi, radio, buku, koran, majalah, dan internet. Saat berada di kelas, siswa telah memiliki seperangkat pengalaman, pengetahuan, dan informasi. Semua ini bisa sesuai dengan bahan pelajaran, bisa juga bertentangan. Pembelajaran yang demokratis memungkinkan terjadinya proses dialog yang berujung pada pencapaian tujuan intrusional yang ditetapkan. Tanpa demokrasi di kelas guru akan menjadi penguasa tunggal yang tidak dapat diganggu gugat. Siswa terkekang, dan akhirnya potensi kreativitasnya terbunuh.
2.   Kompleksnya kehidupan yang bakal dihadapi siswa setelah lulus. Masa depan menuntut mereka mampu menyesuaikan diri. Prinsip belajar yang relevan adalah belajar bagaimana belajar (learning how to learn). Artinya, di kelas target pembelajaran bukan sekedar penguasaan materi, melainkan siswa harus belajar juga bagaimana belajar (secara mandiri) untuk hal-hal lain. Ini bisa terjadi apabila dalam kegiatan pembelajaran siswa telah dibiasakan untuk berpikir mandiri, berani berpendapat, dan berani bereksperimen.

G. Guru sebagai Pengajar atau Pembelajar
Dari penelusuran dalam kamus-kamus kontempoler yang dilakukan oleh H. Douglas Brown (2007) menunjukkan bahwa pembelajaran adalah ‘penguasaan atau pemerolehan pengetahuan tentang suatu subjek atau sebuah keterampilan dengan belajar, pengalaman, atau instruksi. Lebih lanjut H. Douglas Brown dalam bukunya yang berjudul Prinsip pembelajaran dan pengajaran bahasa menyatakan bahwa seorang psikologis pendidikan mendefinisikan pembelajaran lebih padat lagi sebagai ‘sebuah perubahan dalam diri seseorang yang disebabkan oleh pengalaman’ (slevin, 2003, dalam H. Douglas Brown (2007), h. 8). Begitu pula pengajaran, yang tersirat dalam difinisi pertama pembelajaran, bisa difinisikan seagai ‘menunjukkan atau membantu seseorang mempelajari cara melakukan sesuatu, memberi instruksi, memandu dalam pengkajian sesuatu, menyiapkan pengetahuan, menjadikan tahu atau paham’.
Jika kita memilih-milih komponen definisi tentang pembelajaran, kita bisa mendapat berbagai domain peneitian dan penyelidikan sebagaimana yang diungkapkan oleh H. Douglas Brown berikut ini:
1.      Belajar adalah menguasai atau ‘memperoleh’.
2.      Belajar adalah mengigat-ingat informasi atau keterampilan.
3.      Mengingat-ingat itu melibatkan system penyimpanan, memori, organisai kognetif
4.      Beajar melibatkan perhatian aktif-sadar pada dan tindakan menurut peristiwa-peristiwa di luar serta di dalam organism.
5.      Belajar itu relative permanen tetatpi tunduk pada lupa
6.      Belajar melibatkan pelbagai bentuk latihan, mungkin latihan yang ditopang dengan imbalan dan hukuman.
7.      Belajar adalah sebuah perubahan dalam prilaku.
Pengajaran tidak bisa didefiniksikan terpisah dari pemebelajaran. Pengajaran adalah memandu dan menfasilirtasi pembelajaran, memungkinkan pembeajaran untuk belajar, menetapkan kondisi-kondisi pembelajaran. Dengan kata lain, teori mengajar adalah teori anda tentang pembelajaran yang ‘dibalik’.
Menurut Dewi S. Prawiradilaga (2007) dalam bukunya yang berjudul Prisip Desain Pembelajaran, pengajar merupakan istilah umum untuk seseorang ahli yang berprofesi sebagai guru, pendidik, dosen, instruktur, widyaiswara, pelatih, fasilitator. Namun, dalam konteks ini penulis akan mempersempit lingkup dari pembelajar, yaitu hanya untuk seorang guru.
1.        Karakteristik Guru Sebagai Seorang Pembelajar
Seorang pembelajar harus memiliki karakteristik atau sifat-sifat khas yang diperlukan dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang pembelajar yaitu:
a. Kematangan diri yang stabil
Seorang pemelajar harus mampu peserta didiknya, serta harus dapat memahami nilai-nilai kemanusian yang berkembang dalam lingkungannya. Sebelum memehami orang lain seseorang harus dapat memahami dirinya sendiri terlebih dahulu. Untuk itu dia harus memiliki kematangan diri yang stabil agar mampu memahami diri sendiri dan peserta didiknya.
b. Kematangan sosial yang stabil
Seorang pemelajar harus memiliki jiwa sosialitas yang tinggi, sehingga mampu menjalin kerja sama dengan masyarakat. Serta memiliki pengetahuan yang cukup mengenai masyarakat sekitarnya. Sebab pada dasarnya segala pengalaman belajar yang akan diberikan pada peserta didik harus sesuai dengan nilai-nilai social yang berkembang pada masyarakat sekitar, agar kelak peserta didik dapat mengaplikasikan segala pengalaman belajar yang ia terima kepada masyarakat sekitarnya.
c. Kematangan professional
Seorang pemelajar harus memiliki kemampuan untuk mendidik, artinya harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang latar belakang dan perkembangan anak didiknya. Sebab pada dasarnya setiap anak didik terlahir dengan kepribadian dan kemampuan belajar yang berbeda-beda. Ada anak yang terlahir dengan kemampuan belajar atau tingkat kecerdasan yang tinggi, namun di samping itu ada juga anak yang terlahir dengan kemampuan belajar yang rendah, atau bisa dibilang di bawah rata – rata.
Anak yang terlahir dengan kemampuan belajar yang rendah sering kali mengalami kesulitan dalam belajar seperti halnya kesulitan dalam memahami sesuatu, kesulitan dengan angka atau perhitungan, sukar untuk mengingat atau bahkan tidak bisa berkonsentrasi. Selain itu ada pula yang mengalami problem presepsi dan motorik yang menghambat mereka dalam meraih prestasi yang maksimal dalam belajar. Untuk itu seorang pemelajar harus mengetahi cara-cara mendidik yang tepat dan sesuai dengan kemampuan anak didiknya.
2. Tugas Guru Sebagai Seorang Pembelajar
Seorang pembelajar dimanapun dia mengajar, memiliki tugas untuk menyajikan ilmu yang dimilikinya kepada peserta didik. Tugas pembelajar dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Tugas pembelajar sebagai profesi yaitu mendidik, mengajar dan melatih.
Mengajar dan Mendidik sekilas tampak sama saja, namun sebenarnya kegiatan mengajar lebih ditekankan pada penguasaan pengetahuan tertentu, sedangkan mengajar lebih ditekankan pada pembentukan manusia, artinya penanaman sikap dan nilai-nilai kemanusian. Jadi tanggung jawab guru atau seorang pembelajar tidak sebatas mengajar, namun juga harus dapat mendidik dan melatih siswanya.
b. Tugas pembelajar dalam bidang kemanusiaan
Seorang pembelajar harus dapat memotivasi anak didiknya dalam belajar, selain itu harus dapat menjadi sahabat atau kawan belajar baginya. Bukan malah menjadi musuh yang menakutkan untuk anak didiknya, sebab biasanya ketika pembelajar mampu menarik perhatian anak didiknya, disaat itulah ada peluang besar untuk memanipulasi kegiatan belajar menjadi kegiatan yang menyenangkan. Jadi seorang pembelajar harus mampu menyajikan materi belajar sebaik mungkin, sehingga menarik perhatian para peserta didik.
c. Tugas pembelajar dalam bidang masyarakat
Pembelajar pada hakekatnya merupakan komponen strategis yang memilih peran yang penting dalam menentukan gerak maju kehidupan bangsa, yaitu mencerdakan kehidupan bangsa menuju pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berdasarkankan pancasila. Jadi segala pengelaman belajar uang diberikan oleh pembelajar hendaknya sesuai degan tujuan nasional bangsa, yaitu membentuk karakteristik bangsa Indonesia yang utuh, yang memiliki jiwa pancasilais.
3. Peran Guru Sebagai Seorang Pembelajar
Peran pembelajar tidak hanya sebatas sebagai sumber belajar atau pengajar yang memberikan materi ajar kepada peserta didiknya saja, namun peranan pembelajar dapat dirinci lebih luas lagi, diantaranya akan diuraikan sebagai berikut:
a. Peran pembelajar dalam proses belajar mengajar
Peranan dan kompetensi guru dalam proses belajar mengajar meliputi banyak hal, dan yang dianggap paling dominan, diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Sebagai demonstrator
Melalui peranannya sebagai seorang demonstator, pemelajar harus mampu menguasai materi atau bahan pelajaran yang akan diajarkannya kepada peserta didik. Selain itu harus mampu dan terampil dalam menjelaskan materi ajarnya dengan cara yang professional, sehingga peserta didik dapat menerima, memahami, dan menguasai ilmu pengetahuan sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Untuk menjadikan proses pembelajaran lebih terarah, maka seorang pemelajar harus mampu merumuskan kurikulum, satuan pelajaran, dan racangan pelaksaan pembelajaran, yang akan menjadi pendomannya dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar.
2) Sebagai pengelola kelas
Dalam peranannya sebagai pengelola kelas (learning manager. Pembelajar harus ampu mengelola kelas sebagai lingkungan yang kondusif untuk terjadinya kegiatan belajar mengajar. Lingkungan ini harus diorganisasi (diatur dan diawasi) agar kegiatan-kegiatan belajar bisa lebih terarah kepada tujuan pendidikan. Tujuan umum pengelolaan kelas adalah menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas unuk bermacam-macam kegiatan belajar dan menngajar agar mencapai hasil yang maksimal. Sedangkan tujuan khususnya adalah utnuk mengembangkan kemampuan dan kreatifitas siswa dalam menggunakan media-media belajar yang tersedia, dengan cara membuat kondisi yang memungkinkan peserta didik untuk dapat bekerja dan belajar dengan menggunakan media-media tersebut, serta membantu peserta didik dalam mencapai hasil yang diharapkan.
3) Sebagai mediator dan Fasilitator
Sabagai mediator seorang pembelajar hendaknya mamiliki keterampilan dalam memilih, menggunakan dan mengusahakan media belajar yang sesuai dengan tujuan, materi, dan evaluasi pembelajaran. Sealin itu pembelajar harus memiliki keterampilan berkomuikasi, sebab seorang mediator adalah seorang perantara dalam hubungan antarmanusia. Sedangkan sebagai fasilitator, pembelajar hendaknya mampu mengusahakan sumber belajar yang berguna serta menunjang pencapaian tujuan dan proses belajar mengajar.
4) Sebagai elevator
Seperti yang kita ketahui segala sesuatu hal dapat dikatan sudah sesuai atau belum dengan diadakannya evaluasi. Begitu pula dengan pendidikan, adanya evaluasi terhadap hasil yang telah dicapai oleh peserta didik ataupun pendidinya. Dengan adanya evalusi, pembelajar dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran, penguasaan peserta didik terhadap materi yang telah disajikan, serta ketepatan atau keefektifan metode belajar yang digunakan. Hasil dari evaluasi inilah yang akan menjadi umpan balik yang akan dijadiakan titik tolk utntuk memperbaiki dan meningkatkan proses belajar mengajar selanjutnya untuk memperoleh hasil yang lebih optimal.
b. Peran pembelajar dalam pengadministrasian
Dalam hubungannya dengan kegiatan pengadministrasian, seorang guru dapat berperan sebagai berikut :
1.       Pengambilan inisiatif , pengarah, dan penilaian kegiatan pendidikan.
2.       Wakil masyarakat, yang dapat menyalurkan kemauan masyarakat (dalam arti yang baik).
3.       Penegak disiplin
4.      Untuk memperlancar kegiatan pendidikan, maka pembelajar harus mampu melaksakan kegiatan administrasi.
5.       Orang yang berpengetahuan, artinya ahli dalam mata pelajaran yang hendak ia sampaikan. Sebab pembelajar bertanggung jawab dalam mewariskan kebudayaan (pengetahuan) kepada peserta didiknya, guna mempersiapkanmereka untuk menjadi anggota masyarakat yang dewasa.
c. Peran pembelajar secara pribadi
Dilihat dari segi pribadi atau dirinya sendiri, pembelajar harus berperan sebagai:
1.          Petugas sosial yang dapat membantu kepentingan masyarakat.
2.          Pelajar dan ilmuwan, walaupun pembejar telah berperan sebagai pendidik, namun pembelajar harus terus menuntut ilmu pengetahuan guna mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan. Jadi selain berperan sebagai ilmuwan, pembeljar juga berperan sebagai pelajar.
3.          Orang tua, yaitu mewakili orang tua murid di sekolah dalam memberi pendidikan kepada anaknya. Pembelajar merupakan orangtua siswa di sekolah.
4.          Teladan, artinya pembelajar harus mampu menjadi teladan yang baik bagi peserta didiknya.
5.          5. Pencari keamanan, maksudnya senatiasa memberikan rasa aman bagi peserta didiknya. Dalam hal ini menjadi tempat berlindung dan bernaung.
d. Peran pembelajar secara psikologis
Secara psikologis guru memiliki peran sebagai berikut :
1.    Ahli psiklogi pendidikan yang mampu melaksanakan tugasnya berdasarkan prisip-prisip psikologi.
2.        Artist in human relation, yaitu orang yang mampu menciptakan hubungan antar manusia dengan tujuan dan teknik tertentu dalam kegiatan pndidikan.
3.        Catalytic agent, yaitu orang yang mempunyai aspirasai dalam pembaharuan.
4.        Petugas kesehatan mental yang dapat membina kesehatan mental peserta didik.

H. Rangkuman
Ada beberapa karakter atau tipe guru, diantaranya: pintar, sabar, sadar, dasar, benar, wajar, nyasar, kasar, kurang ngajar, makar, lapar, bayar, hambar, pasar.
Gaya mengajar adalah bentuk penampilan guru saat proses belajar mengajar baik yang bersifat kurikuler maupun psikologis. Gaya mengajar yang bersifat kurikuler adalah guru mengajar yang disesuaikan dengan tujuan dan sifat mata pelajaran tertentu. Sedangkan gaya mengajar yang bersifat psikologis adalah guru mengajar yang disesuaikan dengan motivasi siswa, pengelolaan kelas, dan evaluasi hasil belajar mengajar
Gaya mengajar guru yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran menjadi bebrapa macam yaitu:
1.        Gaya mengajar klasik
2.        Gaya mengajar teknologis
3.        Gaya mengajar personalisasi
4.        Gaya mengajar interaksional
Kepribadian seorang guru merupakan titik tumpu sebagai penyeimbang anatara pengetahuan mengenai pendidikan dan keterampilan melaksanakan profesi sebagai pendidik terutama dalam bidang pembelajaran. Ketika titik tumpuhh ini kuat, pengetahuan dan keahlian bekerja secara seimbang yang berakibat pada perubahan prilaku yang positif dalam pembelajaran, namun ketika titik tumpuh ini lemah, yaitu guru tidak banyak membantu, maka pengetahuan dan keterampilan guru tidak akan efektif digunakan, bahkan dapat merusak keseluruhan proses dan hasil pendidikan.
Balam bukunya Caunseling Experience: a Theoritical and Practice Approach ada 12 kualitas kepribadian diri yang harus dimilikii oleh seorang guru professional, yaitu sebagai berikut:
1.        Self-Knowledge (pengetahuan Mengenai diri sendiri)
2.        Competence (Kecakapan)
3.        Kesehatan psikologi yang baik
4.        Honesty (Kejujuran)
5.        Trustworthiness (dapat dipercaya)
6.        Straigth (Kekuatan)
7.        Kehangatan
8.        Active Responsiveness (pendengar yang aktif)
9.        Kesabaran
10.    Sensitivitas (Kepekaan)
11.    Kebebasan
12.    Kesadaran Holistik
Strategi adalah rencana atau tindakan pintar untuk menyelesaikan tugas dengan membuatnya lebih muda dan lebih efektif.
Sebenarnya ada empat strategi dasar dalam belajar mengajar yang meliputi hal-hal berikut:
1.        Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagaimana yang diharapkan.
2.        Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan pandangan masyarakat.           
3.        Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan oleh guru dalam menunaikan kegiatan mengajarnya.
4.        Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik buat penyempurnaan sistem instruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.
Kemampuan guru untuk mempengaruhi para siswa supaya melakukan pembelajaran dengan baik adalah suatu keharusan. Oleh karenanya, guru profesional hendaklah selalu berupaya untuk meningkatkan kepemimpinannya dengan mengetahui tugas-tugas utama yang dilakukan pemimpin, fungsinya, dan keterampilan-keterampilan apa yang harus dimiliki untuk menjadi pemimpin yang baik. Dengan penguasaan hal-hal tersebut, diharapkan guru profesional dapat benar-benar memimpin siswa mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Menjadi pemimpin tidak hanya harus selalu berada di depan (front leader), bisa saja di tengah (social leader) maupun di belakang (rear leader).
Pembelajaran yang demokratis adalah pembelajaran yang di dalamnya terdapat interaksi dua arah antara guru dan siswa.
Guru yang bersikap demokratis memiliki tipe sebagai berikut :
a.       Memiliki hati nurani yang tajam, dan berusaha mengajar dengan hati dengan wawasan yang dimilikinya;
b.      Berusaha memberi ketenangan hati dan tanpa lelah memotivasi peserta didik;
c.       Memberi ruang kepada peserta didik untuk memaksimalkan berkembangnya potensi positif pada dirinya. Figur guru seperti ini akan selalu dikenang oleh peserta didik sepanjang masa.
Guru memang harus berwibawa baik secara akademik maupun moral, serta guru harus bisa menjadi fasilitator dan motivator sehingga siswa dapat mengembangkan potensinya secara optimal, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kreativitasnya. Guru harus mendorong siswa menyampaikan gagasannya dan menghargainya.
Apapun pendapat siswa guru harus bisa memberikan apresiasi secara positif terhadap siswa diharapkan berangsur-angsur siswa terbiasa berpikir akatif dan berani mengemukakan pendapatnya di kelas.
Pembelajaran adalah ‘penguasaan atau pemerolehan pengetahuan tentang suatu subjek atau sebuah keterampilan dengan belajar, pengalaman, atau instruksi. Seorang psikologis pendidikan mendefinisikan pembelajaran lebih padat lagi sebagai ‘sebuah perubahan dalam diri seseorang yang disebabkan oleh pengalaman’. Begitu pula pengajaran, yang tersirat dalam difinisi pertama pembelajaran, bisa difinisikan seagai ‘menunjukkan atau membantu seseorang mempelajari cara melakukan sesuatu, memberi instruksi, memandu dalam pengkajian sesuatu, menyiapkan pengetahuan, menjadikan tahu atau paham’.
Seorang pembelajar harus memiliki karakteristik atau sifat-sifat khas yang diperlukan dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang pembelajar yaitu:
a.         Kematangan diri yang stabil
b.        Kematangan sosial yang stabil
c.         Kematangan professional
Seorang pembelajar dimanapun dia mengajar, memiliki tugas untuk menyajikan ilmu yang dimilikinya kepada peserta didik. Tugas pembelajar dapat dijabarkan sebagai berikut:
a.         Tugas pembelajar sebagai profesi yaitu mendidik, mengajar dan melatih.
b.        Tugas pembelajar dalam bidang kemanusiaan
c.          Tugas pembelajar dalam bidang masyarakat
Peran pembelajar tidak hanya sebatas sebagai sumber belajar atau pengajar yang memberikan materi ajar kepada peserta didiknya saja, namun peranan pembelajar dapat dirinci lebih luas lagi, diantaranya akan diuraikan sebagai berikut:
a.         Peran pembelajar dalam proses belajar mengajar
Peranan dan kompetensi guru dalam proses belajar mengajar meliputi banyak hal, dan yang dianggap paling dominan, diklasifikasikan sebagai berikut:
1)      Sebagai demonstrator
2)      Sebagai pengelola kelas
3)      Sebagai mediator dan Fasilitator
b.    Peran pembelajar dalam pengadministrasian
Dalam hubungannya dengan kegiatan pengadministrasian, seorang guru dapat berperan sebagai berikut :
1)      Pengambilan inisiatif, pengarah, dan penilaian kegiatan pendidikan.
2)      Wakil masyarakat, yang dapat menyalurkan kemauan masyarakat (dalam arti yang baik).
3)      Penegak disiplin
4)      Untuk memperlancar kegiatan pendidikan, maka pembelajar harus mampu melaksakan kegiatan administrasi.
5)      Orang yang berpengetahuan, artinya ahli dalam mata pelajaran yang hendak ia sampaikan. Sebab pembelajar bertanggung jawab dalam mewariskan kebudayaan (pengetahuan) kepada peserta didiknya, guna mempersiapkanmereka untuk menjadi anggota masyarakat yang dewasa.
c.    Peran pembelajar secara pribadi
Dilihat dari segi pribadi atau dirinya sendiri, pembelajar harus berperan sebagai:
1)     Petugas sosial yang dapat membantu kepentingan masyarakat.
2)     Pelajar dan ilmuwan, walaupun pembejar telah berperan sebagai pendidik, namun pembelajar harus terus menuntut ilmu pengetahuan guna mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan. Jadi selain berperan sebagai ilmuwan, pembeljar juga berperan sebagai pelajar.
3)     Orang tua, yaitu mewakili orang tua murid di sekolah dalam memberi pendidikan kepada anaknya. Pembelajar merupakan orangtua siswa di sekolah.
4)     Teladan, artinya pembelajar harus mampu menjadi teladan yang baik bagi peserta didiknya.
5)     Pencari keamanan, maksudnya senatiasa memberikan rasa aman bagi peserta didiknya. Dalam hal ini menjadi tempat berlindung dan bernaung.
d.    Peran pembelajar secara psikologis
Secara psikologis guru memiliki peran sebagai berikut :
1)     Ahli psiklogi pendidikan yang mampu melaksanakan tugasnya berdasarkan prisip-prisip psikologi.
2)     Artist in human relation, yaitu orang yang mampu menciptakan hubungan antar manusia dengan tujuan dan teknik tertentu dalam kegiatan pndidikan.
3)     Catalytic agent, yaitu orang yang mempunyai aspirasai dalam pembaharuan.

I.  Soal (Essai 5 Nomor)
1.    Sebutkan dan jeaskan sekurang-kurannya 5 karakter atau tipe guru. !
2.    Balam buku Caunseling Experience: a Theoritical and Practice Approach ada 12 kualitas kepribadian diri yang harus dimilikii oleh seorang guru professional, sebutkan ke 12 kualitas kepribadian diri tersebut. !
3.    Apa yang dimaksud dengan gaya mengajar guru ?
4.    Jelaskan perbedaan dan kesamaan antara Pengajaran dan Pembelajaran. !
5.    Apa yang dimaksud dengan kepemimpinan guru ?




DAFTAR PUSTAKA

Al Muchtar, S. (2001). Pendidikan dan Masalah Sosial Budaya. Bandung: Gelar Pustaka Mandiri.

Ali Riyadi, Ahmad (2011). Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan, Jogjakarta : IRCiSoD

Brown, H. Douglas. (2007), Diterjemhkan oleh Noor Cholis dan Yusi Avianto Pareanom. Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa, Jakarta, Pearson Education, Inc

Gerungan, W.A. (2002). Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama.

Given, Barbara K. , (2007), Brain-Based Teaching. Bandung, PT. Mizan Pustaka.

Hasibuan, J.J, Moedjiono. (1995). Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.



Soekanto, S. (2003). Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: PT Radja Grafindo Persada

Sulhan, Najib. (2011). Karakter Guru Masa Depan, Sukses dan Bermartabat. Surabaya: PT. Jaring Pena.

Surya Mohammad. (2013). Psikologi Guru Konsep dan Aplikasi dari guru, untuk guru. Bandung,  Alpabeta.

Syafarudin Dirwan Nasution (2005). Manajemen Pembelajaran, Jakarta: Ciputat Pers.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentarnya disini